Bijak Menggunakan AI, Meminimalisasi Dampak Buruknya

Oleh: Dr. Dewi Kencanawati, M.Pd.

Jan 14, 2025 - 09:39
Bijak Menggunakan AI, Meminimalisasi Dampak Buruknya

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan saya sebelumnya, “AI dalam Pembelajaran Bahasa Inggris” (Nusadaily.com 12/1/2024). Seperti yang sudah kita ketahui, banyak hal terjadi dalam proses pembelajaran, termasuk pembelajaran bahasa Inggris. Banyak orang yang mengatakan belajar bahasa Inggris itu susah. Sebalikntya banyak juga yang menganggap belajar bahasa Inggris itu gampang. Anggapan tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Masing-masing punya pengalaman yang berbeda dalam proses belajarnya. Banyak hal yang bisa mempengaruhi proses tersebut. Berbagai kendala sangat mungkin terjadi.  

Berbagai cara dilakukan agar seseorang mampu menakhlukkan kendala-kendala dalam belajar bahasa Inggris. Tidak hanya belajar di jalur pendidikan formal, jalur non formal pun ditempuh. Sehingga tidak hanya belajar di sekolah, namun belajar di berbagai lembaga nonformal seperti lembaga bimbingan belajar, les privat, belajar kelompok, dan juga belajar mandiri.

Sayangnya tidak semua orang mampu mengikuti bimbingan belajar maupun kursus bahasa Inggris. Hal ini tentunya dikarenakan beberapa kendala yang seringkali terjadi. Seperti kendala biaya, waktu, dan lain-lain. Akan tetapi, belajar mandiri tentu lebih sulit. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya motivasi, tidak ada umpan balik, dan pemahaman yang mungkin kurang tepat. Namun, bagaimanapun belajar bahasa Inggris harus tetap dilakukan mengingat begitu pentingnya bahasa Inggris saat ini.

Seiring  penggunaan bahasa Inggris yang semakin meluas di berbagai sektor seperti ekonomi, teknologi, pariwisata, dan berbagai sektor lainya tak terkecuali pendidikan., tentunya kita harus semakin bersahabat dengan bahasa Inggris. Bukan agar terlihat sophisticated namun mampu menggunakan bahasa Inggris sudah menjadi kebutuhan kita saat ini.     

Berbagai cara dilakukan dalam belajar bahasa Inggris. Mampu menggunakan dalam kehidupan nyata di bidang masing-masing itu jauh lebih penting. Di zaman yang semakin berkembang ini, artificial intelligence (AI) semakin banyak digunakan sebagai media untuk membantu belajar. Berbagai aplikasi berbasis AI banyak dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Inggris karena menyajikan berbagi kemudahan dalam belajar. Sebagai contoh, aplikasi berbasis AI seperti Duolingo dapat membantu penggunanya tanpa duduk di belakang meja atau membaca buku, sebaliknya bisa digunakan untuk belajar dimanapun dan kapanpun bahkan sambil melakukan aktifitas lain.

Aplikasi Duolingo dapat digunakan tidak hanya untuk melatih keterampilan berbahasa seperti listening, speaking, dan writing, namun juga melatih language components seperti vocabulary, grammar, dan pronunciation. Aplikasi berbasis AI juga dapat membantu menghafal kosakata dengan flashcard. Bahkan, aplikasi seperti Grammarly dapat mengoreksi kesalahan kita dalam menulis secara cepat.

Hal ini tentunya akan sangat berbahaya jika sering dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Mengapa demikian? Karena terbiasa menggunakan AI, maka sangat besar kemungkinan kita akan merasa lebih gampang dan nyaman tanpa meguras fikiran dalam melakukan aktifitas. Kita menjadi terbiasa dibantu AI. Hal ini tentu saja sangat tidak baik dan berbahaya karena akan membuat kita sangat tergantung pada AI. Rasa ketergantungan kita pada AI dalam jangka panjang justru akan membunuh kreaatifitas kita. Kita tidak mampu lagi mengembangkan gagasan kita secara maksimal. Otak menjadi tumpul karena tidak pernah diasah lagi. Tidak ada tantang untuk berfikir. Kemampuan berfikir kritis malah menurun bahkan mungkin tidak ada proses berfikir sama sekali karena semua dilakukan oleh AI.  

Sangat ironis, penggunaan AI yang tidak bijak dapat mengancam pola pikir kita, masa depan kita, dan bahkan kehidupan kita. Dampak positif dan negative penggunaann AI pun terjadi. Di satu sisi, AI membawa kemudahan dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan berbagai kecanggihannya. Namun, dampak buruk dari ketergantungan pada AI tidak bisa diabaikan. Maka dari itu, setelah mengetahui kemudahan yang diberikan AI, kita juga harus paham dampak buruk apa yang bisa terjadi dari penggunaan AI dalam pembelajaran bahasa Inggris.

Dampak buruk pertama yang seringkali ditemukan yaitu koreksi yang tidak diiringi pemahaman. Contoh yang paling mudah adalah dalam penggunakan aplikasi Grammarly. Aplikasi tersebut dapat mengoreksi hasil tulisan kita. Sebagai contoh, kita menulis sebuah esai dalam bahasa Inggris dengan tata bahasa yang belum sempurna, Grammarly bisa dengan cepat mengoreksi tulisan tersebut dan mengganti tatabahasa yang belum sesuai. Kita bisa mendapatkan hasil esai yang nyaris sempurna, akan tetapi kita mendapatkannya secara instan tanpa menggunakan otak, logika, dan hati. Akibatnya, kita tidak akan memahami konsep koreksi tersebut, mengapa harus seperti itu dan seterusnya. Apabila hal ini berlanjut, bagaimana kita bisa memahami struktur grammar yang benar? Dengan kata lain kemampuan berbahasa Inggris kita tidak akan berkembang.

Selain itu, AI sering kali memberikan jawaban yang tidak spesifik. Dengan kata lain jawaban atau koreksi yang diberikan tidak kontekstual. Dalam bahasa Inggris sendiri, makna kalimat sering bergantung pada konteks penggunaannya. AI belum mampu menangkap konteks yang benar dengan akurat, sehingga kita dapat salah memahami makna atau penggunaan kata tertentu. Hal ini sangat merugikan karena kita tidak belajar penggunaan kosakata dengan benar.

Dengan segala kemudahan yang disajikan, AI memiliki potensi untuk menumbuhkan ketergantungan yang berlebihan. Orang yang belajar dengan AI selalu mengandalkan teknologi untuk mendapatkan jawaban secara instan. Dengan kata lain, kualitas pemahaman bahasa Inggris justru menurun. Misalnya, kita bisa menggunakan AI untuk menulis esai atau mengoreksi teks tanpa mencoba sendiri dan tidak mengulas hasilnya. Ketergantungan semacam ini tidak hanya menghambat perkembangan keterampilan menulis, tetapi juga menurunkan kepercayaan diri kita dalam berbahasa Inggris. Kita mungkin merasa sudah mahir berbahasa Inggris, padahal sebenarnya kita tidak belajar dan hanya menggunakan AI sebagai alat.

Ketergantungan pada AI juga dapat berdampak negatif pada kemampuan berpikir kritis. Hal ini sangat perlu diwaspadai. Dalam situasi nyata, kita tidak bisa selalu mengandalkan AI untuk memberikan jawaban. Kurangnya latihan dalam berpikir kritis dan mandiri dapat menjadi hambatan penguasaan bahasa Inggris. Dalam jangka panjang AI abused dapat membahayakan masa depan kita.

Dampak buruk penggunaan AI tidak bisa diremehkan. Ketergantungan pada AI dapat menurunkan kualitas pemahaman bahasa Inggris, menumbuhkan ketergantungan yang berlebihan, dan menghambat kemampuan proses berpikir kritis. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menggunakan AI sebagai media bantu dan tetap berusaha secara mandiri memaksimalkan otak kita agar semakin terasah. Apabila kita dapat mengimbangi penggunaan AI dengan tetap memaksimalkan otak kita, kemungkinan akan baik-baik saja. Otak tetap terasah, interaksi berjalan baik, tetap memiliki etika, dan emotional engagement tetap ada.

Dengan demikian dalam penggunaan AI perlu diimbangi dengan memaksimalkan otak untuk berfikir, interaksi dengan sesama, dengan menjunjung tinggi tatakrama dan etika. Penggunaan AI dengan bijaksana tentu dapat meminimalkan dampak buruk yang timbul. Penggunaan AI seharusnya membantu memperbaiki peradapan manusia bukan sebaliknya. (****) 

 

Dr. Dewi Kencanawati, M.Pd. adalah dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Nusantara PGRI Kediri dan pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).

Editor: Wadji