Guru Cerdas Ala Abunawas
Oleh: Umi Salamah)*

Aku bangga menjadi anggota komite sekolah SMA favorit di kotaku. Tidak pernah ada berita miring apalagi kasus perkelahian antar siswa di sana. Pendidikan etika sangat diperhatian, kesantunan dan sportivitas selalu diajarkan dan dicontohkan oleh para guru. Videotron yang menghadap ke jalan raya dihiasi dengan kegiatan-kegiatan siswa yang berprestasi, baik akademik maupun non akademik. Mulai dari olimpiade, kreativitas seni, sampai kegiatan olah raga yang selalu memboyong piala. Di mata masyarakat, sekolah tersebut adalah sekolah Impian, utamanya bagi para orang tua, yang anaknya menjelang lulus dari SMP.
Suatu hari, pada jam istirahat, tiba-tiba terdengar suara gaduh di kelas XI.2. Awalnya murid-murid dari kelas lain mengira, suara itu adalah efek dari kegiatan anak-anak yang sedang berlatih bermain drama. Salah satu murid yang keluar dari kelas itu menyampaikan kalau di kelasnya terjadi perkelahian. Anehnya perkelahian ini dilakukan oleh dua murid perempuan bernama Tya dan Syeila. Dimulai dari adu mulut, teriak-teriak, hingga saling dorong dan saling jambak. Sementara teman lain hanya bisa menonton tanpa bisa berkata-kata. Usut punya usut, mereka memperebutkan dan mengklaim bahwa Dylan adalah pacarnya. Tya mengaku menjadi pacar Dylan, dengan menunjukkan hadiah-hadiah mahal yang pernah diberikan Dylan kepadanya. Syelia tidak mau kalah, dia juga mengaku pacar Dylan dengan menunjukkan foto-foto kebersamaannya bersama keluarga di tempat rekreasi. Dylan adalah salah satu murid kelas XII.1 yang menjadi idola di sekolah itu. Wajahnya sedap dipandang, bodinya atletis, royal pada teman, dan penampilannya cool. Tidak heran kalau para murid perempuan dibuat klepek-klepek jika diajak bersamanya. Di sapa saja sudah salah tingkah, apalagi diajak bersama dengan mobil mewahnya.
Jam istirahat hampir selesai, perkelahian makin sengit. Ketua kelas mengambil inisiatif untuk melaporkan kepada wali kelas tentang kronologi perkelahian. Dengan sigap, Wali Kelas memanggil Dylan yang menjadi sumber penyebab perkelahian. Wali Kelas meminta Dylan untuk menjelaskan bagaimana hubungannya dengan Tya dan Syeila. Ternyata Si Dylan tidak memiliki perasaan istimewa kepada kedua murid itu. Dylan menjelaskan bahwa dia memberikan hadiah kepada Tya sang pemenang olimpiade Kimia sebagai ucapan terima kasih karena telah membantu memahamkan rumus-rumus Kimia yang sebelumya susah Dylan kuasai. Sementara, Syeila diajak rekreasi bersama keluarga karena bersedia menjadi partner belajar bahasa Inggris yang asyik dan mudah dipraktikkan. Kebetulan Ibu Syeila teman mama waktu SMP. Wali kelas pun manggut-manggut, kemudian meminta ketua kelas untuk memanggil Tya dan Syeila di ruang terpisah, yaitu di ruang Bimbingan dan Konseling.
Disaksikan oleh Dylan, Wali kelas menjelaskan kepada Tya dan Syeila maksud baik Dylan kepada Tya dan Syeila. Hadiah-hadiah yang diberikan Dylan sebagai ucapan terima kasih karena Tya dan Syeila sudah bersedia menjadi partner belajar yang baik. Wali Kelas juga berpesan agar mereka fokus belajar. Jadi sebaiknya kalian berteman sampai menjadi orang sukses. Masalah jodoh masih jauh api dari panggang, kalian masih SMA, masih panjang untuk menggapai cita-cita.
Keesokan harinya, Pak Edi, guru bahasa Indonesia yang juga wali kelas XI.2 memberikan tugas membuat esai dengan topik “Cara Membedakan Nafsu dan Cinta”. Topik ini menjadi menarik, karena sesuai dengan gejolak cinta pada usia remaja yang mamasuki masa pubertas. Pak Edi menyayangi teman? Apakah sayang kalian didasari oleh nafsu ataukah cinta?”
Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan, Pak Edi berpesan agar murid-murid membaca beberapa referensi, dari kitab suci dan buku-buku referensi seperti The 7 Habits of Highly Effective People oleh Stephen Covey, yang mengajarkan prinsip-prinsip hidup yang sehat, buku-buku yang membahas tentang keberanian untuk menjadi diri sendiri dan membangun koneksi positif, dan buku-buku yang mengajak untuk hidup lepas diri dari belenggu pikiran negatif. Tugas dikumpulkan besuk lusa pada pelajaran bahasa Indonesia.
Dua hari kemudian, Pak Edi, meminta murid-muridnya untuk mengumpulkan tugas. Satu per satu hasil pekerjaan murid-muridnya diperiksa. Hampir semua pekerjaan sangat ilmiah, sarat dengan kutipan-kutipan dari kitab suci dan buku referensi. Sebagian besar isinya seperti ceramah dan kotbah. Satu esai yang menarik perhatian Pak Edi adalah tulisan David. Saat membaca esai yang ditulis oleh David, Pak Edi langsung tersenyum-senyum. Bahasanya sangat sederhana, runtut, mudah dicerna, dan isinya mengandung perenungan yang dalam dan bermakna.
Salah satu paragraf yang menjadi perhatian Pak Edi adalah analogi David tentang “Perbedaan antara cinta dan nafsu seperti perbedaan antara meminjam dan mencuri buku di perpustakaan. Keduanya sama-sama ingin mendapatkan buku, tetapi yang satu dilakukan dengan cara yang benar dan yang lainnya dengan cara yang salah." Cinta dan nafsu sulit dibedakan, namun keduanya memiliki sifat yang sangat berbeda.
Pak Edi kemudian memanggil David ke depan kelas. "David, esaimu sangat kreatif. Coba kamu bacakan di depan kelas”. Setelah selesai membacakan esainya, kelas pun riuh dengan tepuk sorai dan suitan dari teman-temannya. Kemudian Pak Edi bertanya, “Mengapa kamu memberikan analogi nafsu dan cinta seperti itu, David?" David pun menjawab dengan polos, "Begini Pak, cinta seperti meminjam buku di perpustakaan dengan cara yang benar dan sabar. Kalau kita cinta sama seseorang, kita akan berusaha mendapatkan hatinya dengan cara yang baik dan mengonfirmasi dengan baik pula. Jangan sampai cinta bertepuk sebelah tangan dan berakibat patah arang, sambil tertawa. Tetapi kalau ingin mendapatkan seseorang dengan nafsu, kita akan berusaha mendapatkannya dengan cara apapun, bahkan dengan cara yang curang, mengintimidasi, atau pun berkelahi. Seperti mencuri buku, rasa sayang yang didasari nafsu sering kali mengabaikan batas-batas etika dan moral. Keinginan untuk memiliki dengan cara yang salah, mungkin memberikan kepuasan sesaat namun dapat membawa konsekuensi rasa bersalah, penyesalan, dan hubungan menjadi rusak. Seluruh kelas tertawa dan bertepuk tangan mendengar jawaban David. Pak Edi pun ikut tersenyum dan mengangguk-angguk. Sementara Tya dan Syeila menunduk, merasa apa yang dilakukannya telah keliru. "
Sejak saat itu, para siswa belajar pentingnya membedakan antara cinta dan nafsu, dan konsekuensi dari bertindak berdasarkan dorongan hati. Esai yang ditulis David menjadi viral di seluruh sekolah, dan menjadi inspirasi para siswa untuk menciptakan analogi cinta dan nafsu. Majalah sastra sekolah menampilkan bagian khusus yang didedikasikan untuk esai yang ditulis David. Bahkan para guru pun ikut senang berbagi perspektif unik ini. Insiden yang pernah menyebabkan keributan kini menjadi sumber kreativitas dan tawa. Terinspirasi oleh esai David dan kecerdasar Pak Edi, para siswa memutuskan untuk memulai kampanye di sekolah tentang hubungan yang sehat dan kecerdasan emosional. (***)
)* Penulis: Dr. Umi Salamah, M.Pd., adalah Dosen Universitas Insan Budi Utomo, Malang. Tulisan diedit oleh Dr. Sumani, M.M., M.Hum., dosen Universitas PGRI Madiun.