Heboh, Ratusan Kades Sumenep Bimtek ke Bandung, Dana Desa Diduga Untuk Pelesiran
"Masih banyak jalan berlubang dan warga yang memerlukan bantuan makanan. Dana sebesar itu bisa memperbaiki kondisi mendesak di desa masing-masing," ujar Rudi pada Minggu (28/07/2024).

SUMENEP, NUSADAILY.COM - Bimbingan teknis (bimtek) yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Sumenep ke- Bandung, Jawa Barat, tengah menjadi sorotan. Program yang dijuluki Benchmarking to Best Practice ini diklaim bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan wawasan kepala desa serta pengembangan potensi desa.
Menurut Surat Edaran (SE) dari DPMD Sumenep Nomor 400.2.2/379/112.2/2024 tanggal 14 Juli 2024, seluruh kepala desa diwajibkan ikut serta dalam studi banding tersebut. Para kepala desa berangkat pada Kamis, 25 Juli 2024, dari Stasiun Gubeng, Surabaya, menuju Bandung.
Berdasarkan informasi yang diperoleh media, para kepala desa Sumenep menginap di tiga hotel mewah di Bandung. Yaitu Hotel Aryaduta Bandung, Crowne Plaza Hotel Bandung, dan Best Western La Grande Hotel Bandung. Untuk mengikuti program tersebut, setiap kepala desa harus membayar Rp7,5 juta, yang diduga menggunakan anggaran Dana Desa (DD).
Ketua Bidang Investigasi Hukum dan HAM PWRI Sumenep, Rudi Hartono, mengkritik keras program ini. Ia menilai dana sebesar itu seharusnya digunakan untuk proyek pembangunan infrastruktur di desa.
"Masih banyak jalan berlubang dan warga yang memerlukan bantuan makanan. Dana sebesar itu bisa memperbaiki kondisi mendesak di desa masing-masing," ujar Rudi pada Minggu (28/07/2024).
Rudi juga menuding adanya ketidaktransparanan dalam penggunaan anggaran studi banding ini. Ia menuduh Kepala DPMD Sumenep, Anwar Syahroni Yusuf, dan para petinggi AKD hanya menggunakan anggaran tersebut untuk 'foya-foya'.
"Kunjungan studi banding seharusnya memberikan hasil nyata dan bermanfaat bagi pengembangan desa, bukan sekadar ajang jalan-jalan dinas," tegas Rudi.
Dana sebesar Rp7,5 juta per desa ini dikumpulkan oleh AKD kecamatan dan disetorkan ke DPMD Sumenep. Total dana yang terkumpul dari 330 desa mencapai Rp2,4 miliar. Menurut Rudi, penggunaan dana ini berpotensi menimbulkan masalah hukum, mengingat pelaksanaan APBDes 2024 sedang berjalan.
Kepala DPMD Sumenep, Anwar Syahroni Yusuf, sulit dihubungi untuk konfirmasi. Pesan singkat dan telepon dari media tidak mendapat tanggapan. Ketua AKD Sumenep, Miskun Legiono, juga berdalih bahwa biaya program tersebut diurus oleh pihak ketiga dan bukan sumbangan melainkan biaya transportasi.
Sejumlah kepala desa yang tidak ingin identitasnya diungkapkan mengaku terpaksa mengikuti program ini karena biayanya yang mahal. Mereka juga mengeluhkan bahwa biaya perjalanan camat ke Bandung dibebankan kepada desa.
Kontroversi ini memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak pihak yang mempertanyakan transparansi dan manfaat dari bimtek yang memakan biaya besar tersebut, sementara kebutuhan mendesak di desa-desa masih banyak yang belum terpenuhi. (nam/nto).