Pembuat Konten dan Retorika pada Digital Genre

Oleh: * Siti Asmiyah

Jan 17, 2025 - 16:17
Pembuat Konten dan Retorika pada Digital Genre

Era digital telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Pola komunikasi virtual yang dulu belum populer dan hanya menjadi ‘priviledge’ orang-orang tertentu yang memahami teknologi. Dengan perkembangan teknologi yang lebih canggih dan user friendly, siapapun sekarang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara virtual dengan bantuan perangkat digital.

Kemajuan teknologi bukan saja membuka platform komunikasi baru namun juga membuka banyak peluang pekerjaan baru. Yang sekarang sedang marak adalah munculnya ‘pekerjaan’ (jika boleh dibilang demikian) baru yaitu menjadi pembuat konten (content creator). Bahkan banyak ibu rumah tangga yang dulu mungkin tidak memiliki kemandirian secara finansial, sekarang menjadi jutawan-jutawan baru karena menjadi pembuat konten. Bukan hanya meraup ‘cuan’ memalui monetasi konten mereka di sosial media, para pembuat konten ini juga menjadi selebriti-selebriti baru. Sehingga muncullah istilah selebgram, selebriti instagram.

Para pembuat konten ini telah memopulerkan platform media sosial mereka dengan membuat konten yang berkaitan dengan bakat, pendapat, ataupun kegiatan dalam kehidupan mereka kepada pemirsa secara global. Vloger kecantikan, streamer game online, chef ‘rumahan,’ petualang alam maupun kuliner telah menjadi influencer. Mereka adalah figur-figur baru yang sering menjadi model dari budaya modern.   

Fenomena munculnya para pembuat konten yang menjadi influencer ini menarik untuk dibahas dari perspektif genre digital. Pesan-pesan yang mereka munculkan, ungkapan-ungkapan yang mereka gunakan untuk menarik pengikut dan interaksi pada kolom komentar serta struktur retorika dari teks digital baik tertulis maupun verbal memberikan ruang yang sangat luas untuk didiskusikan dan dikaji.

 Munculnya platform media sosial seperti YoutTube, TikTok, Instagram, maupun Twitch dapat dianggap sebagai sebuah demokratisasi dalam dunia konten. Jika dahulu orang harus mampu masuk dalam platform televisi untuk dikenal khalayak di dunia hiburan, sosial media memungkinkan siapapun yang memiliki gawai pintar dan jaringan internet untuk menjadi pembuat konten. Tingginya aksesibilitas ini memunculkan ledakan konten dengan berbagai warna, suara dan perspektif. Konten pada media sosial mampu mengakomodir ruang-ruang minat dan ketertarikan dari komunitas yang sebelumnya hanya disediakan oleh televisi sebagai media utama.

Pembuat konten dari berbagai latar belakang mengembangkan konten dengan berbagai ragam. Beberapa fokus pada hiburan, menciptakan humor-humor, musik, ataupun tarian dan koreografi. Sebagian yang lain membuat konten edukasi berupa tutorial, review maupun komen terhadap topic-topik tertentu seperti teknologi, kecantikan, kebugaran maupun masakan. Yang tidak kalah populer adalah konten gaming dengan para gamer menyiarkan langsung ketika mereka sedang bermain secara daring. Konten tentang gaya hidup juga tidak kalah marak. Banyak beredar di media sosial konten tentang kehidupan sehari-hari, perjalanan dan pengalaman pribadi yang menyedot banyak pengikut dan banyak penonton.

Untuk menarik orang menonton konten mereka, berkomentar ataupun menjadi pengikut mereka, para pembuat konten ini biasanya menggunakan berbagai ungkapan dan teknik-teknik interaksi. Strategi ini digunakan untuk memunculkan identitas atau branding dari konten mereka. Selain itu, kekhasan dari ungkapan mapun teknik interaksi juga dapat membangun rasa sebagai sebuah komunitas, menjembatani interaksi dan mendorong penonton untuk membagikan konten mereka.  Berikut adalah beberapa ungkapan yang lazim ditemui pada konten sebagai sebuah representasi digital genre.

Pertama adalah call to action (CTAs). CTAs merupakan sebuah frase atau kalimat yang mendorong penonton mereka untuk melakukan hal tertentu. Yang lazim digunakan adalah ‘jangan lupa klik like dan share’ atau ‘jangan lupa komen di bawah, ya.’ Strategi kedua adalah personalisasi. Kita sering mendengar ungkapan seperti ‘Hello guys,’ ‘Hello, Bala,’ ‘Selamat pagi, teman-teman online,’ dan beberapa ungkapan lain yang disampaikan oleh sang pembuat konten diawal kontennya. Sapaan-sapaan ini ditujukan untuk membangun keakraban dengan pengikut.  

Cara ketiga adalah dengan memberikan tawaran hadiah atau ‘giveaways.’ Banyak pembuat konten yang memberikan insentif bagi pengikut setia dengan memberikan diskon khusus ataupun hadiah saat mereka sedang melakukan siaran langsung. Dengan menyampaikan ‘tetap stay tune, ya,’ atau ‘tunggu sampai nanti saya umumkan di akhir,’ pembuat konten ingin meningkatkan partisipasi dan interaksi dari pengikut.

Cara lain adalah dengan memunculkan daya tarik emosional. Ini biasa dilakukan ketika pembuat konten ingin membangun hubungan yang lebih erat dengan pengikutnya. Mereka berbagi cerita pribadi, menyampaikan rasa terima kasih ataupun membahas tantangan yang mereka hadapi untuk membangun ikatan yang lebih kuat antara pembuat konten dan penonton. Kita mungkin sering melihat pembuat konten yang sudah pada level ‘suhu’ berinteraksi dengan pengikut yang sedang merintis platform media sosial mereka.  

Tanda tagar juga sering digunakan untuk mengembangkan platform media sosial. Dengan menggunakan tagar yang sedang trending, pembuat konten dapat meningkatkan jumlah penonton. Saat ini, tagar yang sedang populer pada Facebook Pro adalah #sorotan, #pengikut, #fyp, #jangkauan luas.

Pada sebuah rangkaian konten, strategi-strategi di atas disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah model dari struktur teks digital. Dengan kata lain, struktur teks digital ini membentuk digital genre dari konten. Meskipun setiap genre dari konten digital dapat memiliki perbedaan namun secara umum struktur retorikanya mengikuti organisasi sebagaimana berikut.

Yang pertama adalah perkenalan. Tujuan dari perkenalan atau pembukaan adalah untuk menarik minat dari penonton. Bagian ini biasanya menggunakan intonasi tertentu yang cukup khas. Ungkapan personalisasi sering kali digunakan untuk melakukan perkenalan atau pembukaan konten verbal. Jika kontennya berupa tulisan, pembukaan biasanya menggunakan kalimat atau kata-kata yang memunculkan rasa penasaran. Beberapa ungkapan yang sering kita jumpai misalnya ‘satu jam baru paham,’ atau dengan menggunakan kalimat tak lengkap seperti ‘terlanjur dibeli ternyata ….’

Langkah retorika berikutnya adalah narasi. Rangkaian cerita, humor, langkah-langkah memasak, pendapat atau review terhadap produk atau deskripsi sebuah tempat seringkali menjadi sebuah narasi yang merupakan inti dari konten. Selain itu, pembuat konten juga tak jarang menambahkan gambar atau visualisasi lain. Dalam sebuah video, gerak tubuh dan ekspresi wajah dapat membantu mempertajam makna yang disampaikan secara verbal. Teks, animasi dan efek suara juga membantu meningkatkan efek nyata dari pesan verbal yang disampaikan dalam konten.

Struktur langkah retorika berikutnya adalah membangun hubungan. Seperti yang sampaikan sebelumnya, langkah ini dicapai dengan menggunakan ungkapan CTAs ataupun ungkapan untuk giveaways.  Langkah ini biasanya bersambung dengan persuasi yang mendorong penonton atau pengikut untuk menyampaikan pendapat mereka. Misalnya, seorang influencer yang membuat konten review produk kecantikan bisa jadi meminta pengikut atau penontonnya untuk menyampaikan testimoni mereka di kolom komentar.

Langkah terakhir dalam struktur retorika pada konten sebagai digital genre adalah simpulan. Pada bagian ini pembuat konten memberikan poin-poin dari narasi yang telah disampaikan. Tak jarang mereka juga menyampaikan rasa terima kasih kepada penonton dengan ungkapan semisal ‘suwun ya, Rek, wis nonton.’  Bagi pembuat konten yang juga sambil menawarkan produk, mereka juga terkadang menggunakan CATs seperti ‘jangan lupa check out di keranjang kuning di bawah, ya.’

Fenomena pembuat konten di media sosial merepresentasikan adanya pergeseran yang cukup signifikan tentang bagaimana konten diproduksi dan dinikmati. Keseluruhan proses produksi, struktur dari bagaimana konten diorganisasi dan bagaimana konten dinikmati oleh penonton ataupun pengikut membentuk konten sebagai sebuah digital genre. Kesuksesan dari seorang pembuat konten dipengaruhi oleh kemampuannya untuk membangun hubungan komunikasi yang baik dengan penonton dan pengikut. Melalui ungkapan-ungkapan, personalisasi interaksi dan struktur retorika yang tepat, pembuat konten dapat mempertahankan bahkan mengembangkan platform media sosial mereka. Sejalan dengan perkemangan lanskap digital, pembuat konten tentu memainkan peranan penting dalam membentuk komunikasi dan budaya online, a.k.a. mereka membentuk digital genre. (****)

 

*Penulis adalah dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Tarbiyah dan Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya dan pengurus PISHI.