Sahabat Setiawan

Oleh: Andreas Hauw, D.Th.

May 11, 2024 - 11:22
Sahabat Setiawan

"Amicus Curiae (sahabat pengadilan) membela rasa keadilan, amicus fidelis (sahabat setiawan) mengadvokasi kasih sayang"

 

Amicus Curiae dan Kasih Sayang

Amicus curiae bermunculan menjelang keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah dibacakan pada 22 April 2024. Angka yang mudah diingat, 22042024. Jumlah yang mengajukan cukup fantastis, sekitar 48, baik atas nama perorangan atau komunitas (https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=20213&menu=2).

Hal ini tidak lepas dari rasa keadilan yang tercederai dalam pemilihan presiden (PILPRES) Februari lalu. Pada dasarnya, pendukung 01 dan 03 merasa dicurangi tim 02 selama berlangsungnya tahapan pencapresan/pencawapres hingga hari pemilihan, 14 Februari 2024. Tanggal yang mudah diingat, 14022024, bertepatan dengan peringatan kasih sayang. Publik Indonesia merayakan kasih sayang dalam bentuk menyatakan pilihan atas pasangan capres dan cawapresnya.

 

Kasus Ketiga

Dalam sejarah pengadilan di Indonesia, kasus pemilihan umum (pemilu) ini adalah kasus ketiga, amicus curiae dilayangkan ke pengadilan sebelum diputuskan perkaranya oleh MK. Dua kasus sebelumnya adalah kasus Fidelis Ari Sudarwoto dan Richard Elieser dalam episode Jendral Sambo. Sejatinya, kedua kasus ini pun adalah soal keadilan. Ari menanam ganja demi membiayai dan memakaikannya untuk anggota keluarga yang sakit (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40799686) sedangkan Elieser menembak kawannya atas perintah atasan (https://news.detik.com/berita/d-6564369/melihat-lagi-kesaksian-eliezer-ungkap-pintu-rahasia-di-rumah-sambo). Ari dan Elieser pun dihukum, walau posisi mereka saat kejadian sebenarnya tidak berdaya.

Munculnya amicus curiae memang menandai goresan tajam rasa keadilan masyarakat, tetapi mungkin luka sebenarnya dialami oleh partai politik (parpol). Keputusan MK memastikan bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 02 sebagai pemenang pilpres 2024. Kandaslah juga seluruh amicus curiae yang dilayangkan ke pengadilan. Imajinasinya seperti "sahabat pengadilan, terima kasih untuk dukungan dan perhatianmu, tetapi kami hakim-hakim MK telah menemukan jalan yang lebih tepat dan baik untuk kemaslahatan bangsa Indonesia".

 

Amicus Fidelis

Mencuatnya istilah amicus curiae ini dan konteks pribadi yang sedang kehilangan kesehatan, mengingatkan saya kepada amicus fidelis (sahabat setiawan). Sahabat-sahabat saya menyatakan kasih sayang mereka dalam mendoakan, mengunjungi, dan menguatkan dalam masa sulit itu. Sahabat-sahabat ini telah mengadvokasi saya dalam berbagai cara. Sejatinya, mereka adalah advokat kasih sayang. Mereka menuntut "keadilan" supaya saya sembuh.

 

Bagaimana amicus fidelis bisa dijelaskan bersama konteks amicus curiae?

Pertama, rasa keadilan yang diadvokasi amicus curiae adalah signifikan untuk keberlanjutan demokrasi Indonesia. Namun, rakyat Indonesia membutuhkan sahabat setiawan lebih daripada rasa keadilan. Sahabat setiawan tampak dalam Sila Ketiga dan Keempat Pancasila: Persatuan Indonesia dan –khususnya– kata "Permusyawaratan" yang mengedepankan mufakat. Persatuan dan permusyawaratan membutuhkan syarat utama yaitu sahabat setiawan.

 

Lalu darimana sahabat setiawan bersumber? Sila pertama dan sila kedua: ketuhanan dan kemanusiaan. Sahabat setiawan dalam konteks demokrasi rakyat Indonesia diasumsikan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk Tuhan, manusia yang adalah ciptaan tertinggi, memiliki bela rasa atau solidaritas terhadap sesamanya, rakyat, dan bangsa Indonesia. Dengan sila kemanusiaan, kesejajaran dan kesetiakawanan harus dipertahankan sebagai satu bangsa. Menurut saya, sila kelima: keadilan, lahir dari solidaritas kemanusiaan dan yang bersumber pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sahabat setiawan menjadi unsur penting dalam berdemokrasi. Proses pemilu dan pengadilan MK adalah ujian persahabatan. Tanpa rajutan sebagai sahabat setiawan bagi seluruh bangsa Indonesia, demokrasi tidak ubahnya adalah alat mayoritas untuk menindas kelompok lain.

 

Kedua, kata amicus fidelis muncul dalam literatur kuno Liber Ecclesiasticus (Kebijaksanaan Bin Sirakh) di beberapa bab. Sastra bertahun 200-175 Sebelum Masehi ini telah ditulis dalam konteks adanya kesulitan orang-orang tradisional (dalam agama dan sosial) untuk hidup berdampingan dengan para moderat atau orang yang memandang diri hidup lebih beradab. Penulis Liber Ecclesiasticus memakai metoda sintesis, yaitu bagaimana ajaran-ajaran tradisi bisa bertemu dengan ajaran-ajaran masyarakat lainnya dalam konteks bernegara (dan ber-Tuhan) supaya terciptalah praksis hidup yang tepat.

Liber Ecclesiasticus bab 37:1—6 menjelaskan amicus fidelis dapat dikhianati oleh pikiran yang buruk (praesumptio nequissima), menggunakan teman, dan keuntungan sendiri (causa ventris, harfiahnya, karena perut). Oleh sebab itu, amicus fidelis perlu memilih sahabat (11:29-13:1). Pada bab 22:19—26, amicus fidelis tidak mau merusak persahabatan (dissolvit amicitiam). Bahkan, dalam bab 9:10—11, sahabat lama (amicum antiquum) seharusnya lebih disukai karena amat berharga dibanding sahabat baru (amicus novus).

 

Satu bab penting, 6:14—16 (17), berisi pujian hangat untuk amicus fidelis. Amicus fidelis adalah perlindungan yang kokoh (protectio fortis), tiada ternilai (nulla est conparatio), dan obat kehidupan (medicamentum vitae et inmortalitatis). Diskursus amicus fidelis dalam bab 6 ini mengkristalkan dua konteks yang telah saya sebut: amicus curiae dalam demokrasi dan konteks diri.

 

Praksis

Nilai-nilai amicus fidelis menjadi pilar dalam berdemokrasi (pemilu). Amicus Fidelis akan menjadi penjaga yang kuat bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara (sila persatuan). Nilainya teramat mulia, bahkan tidak terbeli sebab sumbernya ada dalam Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan). Secara etis, amicus fidelis akan menggerakkan hidup yaitu solidaritas berkeadilan sebagai bangsa Indonesia.

Dalam haru biru pribadi, amicus fidelis telah pula menjadi obat yang menghidupkan. Sahabat telah memberi samangat untuk hidup, melindungi, dan menghibur. Dalam liturgi Kristiani, lagu Yesus Sahabat Sejati, telah menjadi inspirasi betapa pentingnya amicus fidelis, entah dalam konteks publik atau pribadi. Tidak perlu diragukan lagi, amicus curiae menadahkan tangan untuk keadilan, tetapi amicus fidelis membagikan kasih sayang (AH). (****)

  

 Andreas Hauw, D.Th. adalah Wakil Ketua Sekolah Tinggi Teologi SAAT Malang dan Pengurus Pusat Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).

 

Editor: Dr. Indayani, M.Pd., dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan Pengurus Pusat PISHI.