Sisi Gelap Makan Bergizi Gratis

Oleh: Dr. Drs. Mangihut Siregar, M.Si.

Feb 3, 2025 - 08:48
Sisi Gelap Makan Bergizi Gratis

Makan bergizi gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan dari pasangan Presiden Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka. Masyarakat banyak memberikan pilihannya ke pasangan ini salah satu alasannya karena program MBG. Program ini ditunggu-tunggu masyarakat karena memberikan banyak manfaat baik dari segi ekonomi, kesehatan, tenaga kerja dan lain-lain.

Pada masa kampanye pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo bersama Gibran sudah mempraktikkan program MBG. Tentu pada masa kampanye ini uji coba lebih banyak pencitraan untuk menarik hati pemilih. Setelah pasangan ini ditetapkan KPU sebagai pemenang, Presiden Jokowi yang masih berkuasa saat itu sudah menganggarkan APBN untuk pelaksanaan MBG. Bukan hanya itu, beberapa kabinet Jokowi sudah melakukan uji coba MBG dibeberapa daerah.

Walaupun MBG bukan program Joko Widodo - Ma’ruf Amin, karena Prabowo-Gibran merupakan keberlanjutan kekuasaan Jokowi sehingga pihak penguasa memberikan dukungan penuh terhadap program-program unggulan presiden/wakil presiden terpilih. Dengan harapan, setelah presiden/wakil presiden baru dilantik bisa langsung mengeksekusi program-program yang sudah dijanjikan pada saat kampanye.

Untuk memenuhi janji politiknya, pemerintah sudah melaksanakan MBG pada hari Senin, 6 Januari 2025 di 26 provinsi. Program ini menyasar 19,47 juta penerima di antaranya anak sekolah, anak balita, ibu menyusui, dan ibu hamil. Anggaran yang disediakan untuk tahun 2025 sebesar Rp 71 triliun.

Melalui program MBG, pemerintah membuat beberapa target: pertama, mendapatkan makanan bergizi, pengetahuan gizi serta pola makan sehat; kedua, peningkatan prestasi, mengurangi siswa putus sekolah; ketiga, mensejahterakan petani dan pelaku UMKM; keempat, mengurangi angka kemiskinan.

Program MBG merupakan program yang sangat luar biasa karena harus melibatkan banyak orang dan anggaran yang sangat besar. Selain itu program ini sangat baik sehingga anak-anak Indonesia dapat menghasilkan  generasi emas 2045 yang berkualitas. Agar program MBG dapat berjalan dengan baik diperlukan kerjasama semua pihak.

 

Terjadinya Ketidakadilan

Sepintas kelihatan program MBG ini menciptakan keadilan karena ditujukan kepada seluruh masyarakat tanpa membedakan berasal dari kalangan mana. Pada tahap awal beberapa anak sekolah sudah mendapatkan makanan gratis. Tidak ada pembedaan antara anak orang miskin dan anak orang kaya yang penting berada dalam satu sekolah, mereka berhak mendapatkan makanan gratis.

Perlakuan yang sama terhadap koondisi ekonomi yang tidak sama merupakan suatu tindakan yang tidak adil. Masih banyak orang yang sangat butuh tetapi tidak mendapatkan program MBG karena sistem yang kurang pas dilakukan.

Demikian juga yang berprofesi sebagai petani dan nelayan. Mereka surplus makanan bergizi berupa karbohidrat, buah-buahan dan sayur-sayuran sehingga program MBG kurang pas. Para petani membutuhkan pupuk, bibit dan harga hasil pertanian yang baik sehingga mereka akan sejahtera.

Sama halnya dengan nelayan, mereka berlimpah protein. Para nelayan membutuhkan persediaan bahan bakar sehingga tidak terkendala sewaktu melaut. Sewaktu mendapat hasil yang melimpah, mereka menginginkan harga penjualan yang baik. Untuk meningkatkan pendapatan, mereka perlu dukungan modal baik untuk memperbaiki kapal-kapal nelayan maupun untuk keperluan lainnya.

 

Persyaratan Penyedia Makan Bergizi Gratis Menyulitkan UMKM

Program MBG diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian di desa. Pergerakan roda ekonomi ini akan berdampak terhadap pemberdayaan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Mereka akan mendapatkan kesempatan sebagai mitra satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Sebagai mitra SPPG berarti ikut serta mempersiapkan makanan bergizi gratis secara rutin. Kesempatan UMKM bermitra dengan SPPG diharapkan usaha-usaha kecil dapat bertahan bahkan naik kelas menjadi usaha yang lebih besar.

Melihat skema yang ada, UMKM sangat sulit ikut serta dalam program MBG. Kesulitan ini diakibatkan: penyediaan lahan dan bangunan dapur seluas ± 400m2. Orang yang memiliki lahan yang luas adalah para pengusaha besar. Para pengusaha kecil dan mikro hanya memiliki tempat-tempat kecil. Untuk memenuhi kriteria yang ditentukan SPPG para UMKM akan terkendala dengan penyediaan dapur yang cukup luas.

Selain penyediaan dapur yang cukup, UMKM dituntut harus memiliki modal yang cukup untuk mendahulukan biaya sendiri untuk pembelian bahan pokok. Menurut skema yang ditentukan setiap dapur akan menyediakan ribuan porsi makanan. Apabila satu UMKM menyediakan 3.000 porsi MBG satu hari dengan harga Rp. 10.000,- per porsi harus menyediakan modal Rp. 30.000.000,-. Itu baru satu hari, kalau pembayarannya mingguan atau tiga hari sekali bayar maka UMKM harus punya modal ratusan juta rupiah.

Apabila skema ini masih dipertahankan maka UMKM akan tersisihkan. Program MBG akan menguntungkan para pemodal besar. Kapitalis akan semakin merajalela sedangkan rakyat kecil semakin tersingkir. Perlu skema penyediaan satu UMKM diperkecil bila perlu hanya menyediakan 300 porsi – 500 porsi. Apabila jumlah porsi ini diperkecil para pengusaha mikro dan kecil akan berkesempatan terlibat menyediakan makanan bergizi gratis ini.

 

Tidak Mandiri

Pepatah lama menyatakan “Berilah kail jangan ikan” kepada orang yang ingin dibantu. Apabila ikan yang diberikan maka penerima ikan akan tergantung kepada pemberi ikan. Dia hanya tau mengonsumsi ikannya setelah itu mengharapkan pemberian ikan baru. Apabila pancing yang diberikan maka penerimanya akan berpikir untuk mencari ikan melalui pancing yang sudah dimiliki.

Hampir sama dengan program MBG yang sudah dijalankan pemerintah, masyarakat diberikan makanan bukan alat untuk mencari makanan. Masyarakat tidak kreatif untuk berkarya tetapi hanya berharap terhadap bantuan pemerintah. Program MBG mewariskan tradisi berharap dibantu kurang berusaha untuk mandiri.

Perlu dilakukan edukasi terhadap masyarakat sehingga program MBG ini tidak menjadikan masyarakat tergantung pada bantuan pemerintah. Selain mengatasi ketergantungan, pemerintah harus mewanti-wanti agar program MBG bebas dari korupsi! Semoga. (****)

 

Dr. Drs. Mangihut Siregar, M.Si. adalah Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Editor: Wadji